watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

Cerita sexs
Wiwin dan anisa

Waktu sudah larut malam saat Wiwin
dan Anisya pulang jalan-jalan dari sebuah mall di
kota Bandung, kota tempat mereka menuntut
ilmu pada sebuah PTN terkemuka. Saat itu
kampus mereka sedang liburan semester yang
lumayan lama, sehingga banyak di antara teman-
teman mereka yang memilih pulang kampung,
namun bagi Wiwin dan Anisya lebih memilih
untuk tetap tinggal di kota Bandung karena tidak
banyak yang dapat mereka kerjakan untuk
mengisi waktu liburan di Jakarta kota asal mereka.

Sampai di tempat kost mereka kira-kira jam 10
malam. Saat itu daerah di sekitarnya sudah sepi
begitupula di dalam kost-kostan karena semua
penghuninya pulang ke kampung atau kota asal
mereka masing-masing untuk memanfatkan
waktu liburan kuliah mereka, dan kini tinggallah
mereka berdua saja yang masih bertahan di
dalam areal kost yang luas dan besar itu. Walau
usia mereka terpaut jauh, mereka berdua
sangatlah akrab karena selain mereka tinggal
sekamar dan berasal dari Jakarta, di kampus
mereka juga satu fakultas.
Wiwin saat ini berusia 26 tahun, sementara
Anisya baru berusia 18 tahun. Keduanya memiliki
wajah yang cantik, Wiwin dengan bentuk badan
yang berukuran sedang nampak anggun dengan
penampilan kesehariannya, sedangkan Anisya
memiliki tubuh yang mungil dan wajah yang
imut-imut. Banyak pria yang tertarik kepada
mereka berdua, karena bukan saja mereka cantik
dan pintar, namun mereka juga pandai dalam
bergaul dan ringan tangan. Akan tetapi dengan
halus pula mereka menolak berbagai ajakan yang
ingin menjadikan mereka sebagai kekasih atau
pacar dari para pria yang mendekati mereka.
Wiwin saat ini lebih memilih berkonsentrasi untuk
menghadapi sidang skripsinya, sedang Anisya
yang baru menamatkan tahun pertamanya di
kampus tersebut lebih memilih untuk aktif di
organisasi kampus dari pada pacaran atau
berhura-hura.
Sesampainya di kost, Wiwin langsung menuju ke
kamar kost dan membuka pintu, sedangkan
Anisya mampir dulu ke kamar mandi yang
terletak agak jauh dari kamar kost mereka. Setelah
membuka kamar, Wiwin begitu terkejut ketika
dilihatnya kamar mereka sudah berantakan
seperti habis ada pencuri. Belum lagi sempat
memeriksa segalanya, tiba-tiba kepala Wiwin
sudah dipukul dari belakang sampai pingsan.
Wiwin tidak tahu apa-apa sampai tubuhnya
digoncang-goncang seseorang hingga tersadar
dan menemukan dirinya sudah dalam keadaan
terikat di kursi tempat biasanya dia duduk untuk
belajar dan mulutnya disumpal kain, sehingga
tidak dapat bersuara. Belum lagi lama dia siuman,
matanya terbelalak ketika melihat pemandangan
di sekitarnya, ia melihat dua pria di depannya.
Yang menyuruhnya bangun, orangnya berbadan
tinggi besar dan kepalanya berambut gondrong
dia hanya mengenakan celana jeans kumal,
badannya telanjang penuh dengan tatto. Dan satu
orang lagi juga berbadan agak gemuk, berambut
acak-acakan juga hanya mengenakan celana
jeans.
Wajah mereka khas, usia mereka sekitar 40
tahunan. Sementara kamar kost mereka dalam
keadaan tertutup rapat, jendela pun yang tadinya
agak sedikit terbuka kini telah tertutup rapat. Tidak
beberapa lama kemudian mata Wiwin kembali
terbelalak dan ingin menjerit, karena kedua orang
itu ternyata dikenalnya. Yang membangunkan dia
bernama Asan dan satu lagi bernama Thomas
atau sering dipangil Liem. Mereka berdua adalah
teman dari Henry pemilik kost yang sering
nongkrong di tempat itu, pekerjaan mereka tidak
jelas.
Memang beberapa waktu yang lalu Wiwin dan
Anisya dikenalkan oleh Henry kepada Asan dan
Liem. Karena dengan setengah memaksa Henry,
Asan dan Liem ingin dikenalkan dengan Wiwin
dan Anisya yang waktu itu baru pulang dari
kampus. Rupanya mereka berdua tertarik dengan
kecantikan Wiwin dan Anisya. Akan tetapi
rupanya cinta mereka bertepuk sebelah tangan,
Wiwin dan Anisya lebih sering menghindar untuk
bertemu dengan Asan dan Liem. Dan yang
membuat hati Wiwin menjerit dan panas adalah
begitu sadar sepenuhnya dan mengetahui Asan
sedang duduk di pinggir ranjang mereka sambil
memangku Anisya yang saat itu sudah tinggal
memakai BH dan celana dalamnya saja yang
berwarna putih.
Anisya sambil menangis memohon-mohon
minta dilepaskan, air matanya telah membasahi
wajahnya yang cantik itu. Tapi si Asan yang
badannya jauh lebih besar itu tidak
menghiraukannya, dia mulai meremas-remas
payudara Anisya yang baru sekepalan tangan
orang dewasa itu yang masih terbungkus BH itu,
kemudian menjilati leher Anisya. Pria itu lalu
berkata, “Diam, jangan macam-macam atau
kupatahkan lehermu, nurut saja kalau mau
selamat..!”
Setelah itu dilumatnya dengan rakus bibir indah
Anisya dengan bibirnya, “Hmp.., cup.., cup..,”
begitulah bunyinya saat kedua bibir mereka
beradu.
Air liur pun sampai menetes-netes keluar,
rupanya lidah Asan bermain di dalam rongga
mulut Anisya.
Sementara itu Liem yang berada di samping
Wiwin berkata kepada Wiwin, “Hei, elo sudah
bangun ya, teman elo ini boleh juga, gue pake dia
dulu ya, baru setelah itu giliran elo, nah sekarang
elo perhatikan gue baik-baik kalo sampe elo nanti
engga bisa muasin nafsu gue, mampus deh
elo..!” sambil mengelus-elus kepala Wiwin. Wiwin
mau berontak tapi tidak dapat berbuat apa-apa,
Wiwin pun mulai pucat.
Lalu Asan yang masih memangku Anisya
menyudahi serbuan bibirnya dan berkata, “Ok
Sayang, ini waktunya pesta, ayo kita bersenang-
senang!”
Dia menyuruh Anisya berlutut di depannya dan
menyuruhnya membukakan celana jeans
kumalnya, lalu mengulum batang kemaluannya.
Sambil menangis Wiwin memohon belas kasih,
“J.. ja.. angan… tolong jangan perkosa saya,
ambil saja semua barang di sini!”Belum selesai
berkata, tiba-tiba, “Pllaakkk..!” si Asan menampar
pipinya dan menjambak rambutnya.
Dengan paksa Anisya dibuat berlutut di
depannya, “Masukkan ke dalam mulut elo, hisap
atau gue bunuh elo..!” Terpaksa dengan putus asa
dan wajah yang pucat dan gemetar, Anisya
membuka celana Asan dan begitu dia
menurunkan celana dalam Asan tampaklah
kemaluan Asan yang telah membesar dan
menegang. Tanpa membuang waktu Asan
segera memasukkan kemaluannya itu ke mulut
Anisya yang mungil itu. Batang kemaluannya
tidak dapat sepenuhnya masuk karena terlalu
besar, dengan kasar dia memaju-mundurkan
kepala Anisya. “Hhmppp.., emphh.. mpphh..!”
begitulah suara Anisya saat mulutnya dijejali
dengan kemaluan Asan.
Liem juga tidak tinggal diam, rupanya nafsu telah
memenuhi otaknya, setelah dia melepas celana
jeansnya dia berdiri di samping Anisya,
menyuruh Anisya mengocokkan batang
kemaluannya yang juga telah membesar dengan
tangan. Batang kemaluan Liem tidak sebesar
temannya, tapi diameternya cukup lebar sesuai
dengan tubuhnya. Sekarang Anisya dalam posisi
berlutut dengan mulut dijejali kemaluan Asan dan
tangan kanannya mengocok batang kemaluan
Liem.
“Emmhh.. benar-benar enak emutan gadis cantik
ini, lain dari yang lain..!” kata Asan. “Iya,
kocokannya juga enak banget, tangannya halus
nih..!” timpal Liem.
Beberapa lama kemudian nampak tubuh Asan
menegang, seluruh badannya mengejang, dan,
“A.. akh..!” Asan akhirnya berejakulasi di mulut
Anisya. Cairan putih kental memenuhi mulut
Anisya menetes di pinggir bibirnya seperti
vampire baru menghisap darah, dan Anisya
terpaksa meminum semuanya karena takut
ancaman mereka dan juga kuatnya pegangan
tangan Asan di kepalanya.
Setelah itu mereka melepas BH dan CD Anisya,
sehingga dia benar-benar telanjang bulat
sekarang, tampaklah payudara dan bulu-bulu
kemaluannya yang masih halus dan jarang.
“Waw cantik sekali anjing ini.” ujar Liem sambil
memandangi tubuh bagian dada dan bawah
Anisya yang sedang terisak-isak ketakutan.
Kali ini Liem duduk di pinggir ranjang dan
menyuruh Anisya berjongkok di depannya
sambil terus memijati dan mengocok batang
kemaluan dengan tangannya. Anisya terpaksa
menuruti kemauan Liem itu sambil sesekali
dipaksa untuk menjilati ujung batang
kemaluannya, sehingga Liem mendengus
keenakan. Sementara itu si Asan mengambil
posisi berbaring di bawah kemaluan Anisya dan
menjilati liang vaginanya sambil sesekali
menusuk-nusukkan jarinya ke liang kemaluan itu.
Seketika itu Anisya kaget dan, “Ehhgh.., iihh… iih..
eggmhh..!” Anisya pun merintih-rintih jadinya,
badannya menggeliat-geliat akibat tusukan jari-jari
serta jilatan lidah Asan di kemaluan Anisya. “Ayo
anjing.., kocok terus barang gue..!” bentak Liem
sambil menampar kepala Anisya. Kembali Anisya
mengocok kemaluan Liem sambil badannya terus
meliak-liuk karena kemalunnya mendapat
serangan dari tangan dan lidah Asan. Dari
bibirnya pun terus terdengar suaranya merintih-
tintih.
Sekitar 10 menit dikocok, Liem memuncratkan
maninya dan membasahi wajah serta rongga
mulut Anisya. Kali ini Anisya sudah tidak tahan
dengan rasa cairan itu, sehingga dia
memuntahkannya. Melihat itu Liem jadi gusar, dia
lalu menjambak rambut Anisya dan menampar
pipinya sampai dia jatuh ke ranjang. “Pelacur
anjing..! Kurang ajar, berani-beraninya
membuang air maniku. Kalo sekali lagi begitu,
kurontokkan gigi elo, dengar itu..!” bentaknya.
Asan pun terpaksa menyudahi aktifitasnya dan
ikut-ikutan menampar Anisya.
“Goblok..! Gue lagi asyik nikmatin mem*k elo. Elo
jangan macem-macem ya..!” bentak Asan.
Anisya hanya dapat menangis memegangi
pipinya yang merah akibat dua kali tamparan itu.
Nampak kemarahan Wiwin bangkit karena teman
dekatnya diperlakukan begitu. Wiwin meronta-
ronta di kursinya, tapi ikatannya terlalu kencang
sehingga hanya dapat membuat kursi itu
bergoyang-goyang. Melihat reaksi Wiwin si Asan
berkata, “Kenapa? Elo tidak terima ya pacar elo
gue pinjam, tapi sayang sekarang elo nggak bisa
ngapa-ngapain, jadi jangan macem-macem ya,
ha.. ha.. ha..! Abis ini giliran elo yang gue entot..!
Hahaha..!”
Mereka kembali menggerayangi tubuh Anisya,
kali ini Asan merentangkan tubuh Anisya di
tempat tidur dan membuka lebar kedua pahanya,
dan segera mulai memasukkan batang
kejantanannya ke liang kemaluan Anisya. “J..
jangan. Aduh.., tto.. long.., Mbak Wiwin. Ampun
Bang..!” pinta Anisya sambil mencoba berontak
tapi dengan sigapnya Liem membantu Asan
dengan memegangi kedua tangan Anisya. Batang
kemaluan yang ukurannya besar itu
dimasukkannya dengan paksa ke liang kemaluan
Anisya yang masih sempit, sehingga dari wajah
Anisya terlihat dia menahan sakit yang amat
sangat, tangisannya pun semakin keras.
Setelah hampir seluruh batang kemaluannya
terbenam di dalam liang kemaluan Anisya, Asan
mulai memaju-mundurkan pantatnya, mulai
dengan irama pelan hingga dengan cepat.
Keringat pun dengan deras membasahi kedua
tubuh itu. Beberapa saat kemudian dari sela-sela
kemaluan Anisya mengucur darah segar
bercampur dengan cairan bening hingga
warnanya berubah menjadi merah muda meleleh
membasahi paha Anisya.”Aakkh.. aahh.. aaa.
ouhh.. ss.. aakit. ooh. aampuun.. ohh..,”
begitulah erangan dan teriakan Anisya merasakan
sakitnya.
Rupanya teriakan dan erangan Anisya menambah
nafsu dan semangat Asan untuk terus
memompakan kemaluannya dengan keras dan
cepat hingga badan Anisya pun terbanting-
banting dan terguncang-guncang keras. Anisya
hanya pasrah mengikuti irama Asan dan kedua
tangan Anisya pun kini sudah dilepas oleh Liem.
Selama beberapa menit disetubuhi oleh Asan,
tiba-tiba badan Anisya menegang sampai secara
refleks dia memeluk kepala Asan yang sedang
asyik menggenjotnya. Dia rupanya mengalami
orgasme sampai akhirnya melemas kembali.
Asan pun menyudahi gerakan memompanya
namun kemaluannya masih tetap tertanam di
dalam liang vagina Anisya. “He… he… he… Baru
kali ini kan loe ngerasain pria cokin, gimana
rasanya enak engga, jawaabb..!” bentak si Asan
sambil menarik rambut Anisya.
Karena takut mereka semakin gila, terpaksa
dengan berlinang air mata Anisya menjawab, “E..
e.. enak, enak sekali..!” “Jawab lebih keras supaya
teman loe dengar pengakuan loe..!” kata Liem. “I..
iya, s.. saya suka sekali bercinta.” jawabnya
dengan suara terbata-bata. “Tuh, kamu dengar
kan, apa kata teman elo, dia suka dientot, ha.. ha..
ha..!” ejek mereka pada Wiwin yang hanya dapat
meronta-ronta sambil menangis di kursinya.
Hatinya benar-benar serasa mau meledak tapi dia
tidak dapat berbuat apa-apa.
Kemudian si Asan mencabut kemaluannya dan
membuat posisi badan Anisya gaya posisi anjing,
dia kemudian memasukkan kejantanannya yang
berukuran 20 cm lebih itu ke pantatnya Anisya
hingga terbenam seluruhnya. Karena rasa perih
dan sakit yang tidak terhingga, maka Anisya
berteriak memilukan, “Aaakkhh..!” Lalu dia
menariknya lagi, dan dengan tiba-tiba sepenuh
tenaga dihujamkannya benda panjang itu di
pantat Anisya hingga membuatnya tersentak
kaget dan kesakitan sampai matanya membelalak.
“Ooughh..!” Anisya mendengus keras menahan
rasa perih dari lubang duburnya, seluruh
badannya kembali mengeras lolongannya pun
kembali terdengan memilukan, “Aahh… ouh..
aah..! Aa.. mpun.., ssakit. Aakhh..!”
Kini Asan meyodomi Anisya dengan irama yang
keras dan cepat hingga Anisya menggelepar-
gelepar, dan badannya kini mulai melemah dan
habis akibat digenjot oleh Asan.
Tidak beberapa lama Asan akhirnya mencabut
kemaluannya dari lubang dubur Anisya dengan
kasar. Kembali darah segar mengucur deras dari
liang dubur Anisya, sementara Anisya
tertelungkup jatuh ke kasur disertai rintihan
panjang melemah, “Aahh..!” Namun Asan belum
juga puas, kemalunnya masih garang. Kini
ditelentangkannya Anisya dan kembali Asan
meniduri Anisya dan memasukkan kembali
batang kemaluannya ke lubang vagina Anisya
yang telah lemas itu, dan kembali Asan
menggenjot tubuh lunglai itu.
Tidak lama Asan pun berejakulasi di rahim
Anisya. Lolongan kepuasan keluar dari mulut
Asan disaat menyemprotkan spermanya yang
jumlahnya banyak itu hingga meluber keluar dari
sela-sela kemaluan Anisya. Anisya pun merintih
lirih, dan akhirnya bersamaan dengan itu Anisya
pun pingsan karena kehabisan tenaga dan rasa
sakit yang tidak terhingga.
Dengan perasaan puas Asan pun merebahkan
badannya di samping Anisya yang tergeletak
tidak bergerak. “Akhirnya gue perawanin juga elo.
Dasar cewek sombong..!” ujarnya sambil
mengehela napas dan melirik Anisya.
Sesudah itu kini Liem yang tadi menjadi penonton
mulai mendekati Wiwin yang masih terikat lemas
di kursinya. “Hei, teman elo boleh juga tuh. Nah,
sekarang giliran elo yang servise gue. Asal elo tau
gue itu naksir berat ama elo, tapi elo menghindar
melulu. Gue tau gue jelek dan gue beda ama
yang elo bayangkan jadi pacar elo. Buat gue itu
engga soal, sekarang gue cuma mau perkosa elo.
Udah gitu elo bebas, tapi kalo elo berontak, Mati
elo..!”
“PLAAK..!” sebuah tamparan keras menghantam
kepala Wiwin hingga Wiwin yang masih diikat di
kursi itu terjatuh bersama kursinya. “Hmmph..!”
dengan mulut tersumbat Wiwin berteriak.
Kemudian dia menarik dan meletakkan tubuh
Wiwin mengembalikan ke posisi semula. Dengan
pisau dapur milik kedua mahasiswi itu dia
merobek-robek baju kaos lengan panjang yang
dikenakan oleh Wiwin. Nafas Wiwin tersentak
ketika dengan cepat Liem dengan pisaunya
melucuti BH dan celana panjang bahan yang
dikenakannya. Sekarang Wiwin hanya memakai
celana dalamnya yang berwarna putih serta
sepasang kaos kaki putih setinggi lutut yang selalu
dikenakannya. Payudaranya yang penuh bulat
terbuka, tubuhnya putih mulus masih dalam
posisi terikat di tempat duduknya.
“Hmph.., hmph..!” Wiwin meronta sambil
memandang Liem dengan putus asa, matanya
memerah dan air matanya mengalir deras
membasahi pipinya, wajahnya pucat pasi. Karena
dia menyadari yang akan terjadi pada dirinya,
yaitu sebagai pemuas nafsu bejat. “Diem
brengsek..!” kata Liem, “PLAK..!” sekali lagi
tamparan kuat mendarat di pipi Wiwin, membuat
kepala Wiwin tersentak.
Kemudian ia membuka ikatan Wiwin dan
membantingnya ke tempat tidur dalam posisi
telungkup, dan setelah itu dia merentangkan
kedua tangan Wiwin serta melebarkan kedua kaki
Wiwin hingga posisi Wiwin kini seperti orang
merangkak. Wiwin hanya dapat pasrah mengikuti
kemauan Liem. Tepat di hadapannya terdapat
kaca rias, setinggi tubuh manusia. Kaca itu
biasanya digunakan Wiwin dan Anisya untuk
berdandan sebelum pergi kuliah.
Leim lalu merobek celana dalam Wiwin dengan
kasar dan menjatuhkannya ke lantai. Sekarang
Wiwin dapat melihat dirinya melalui cermin di
depannya telanjang bulat, dan di belakang
dilihatnya Liem sedang mengagumi dirinya.
“Gila bener! Gue suka pantat lo. Lo bener-bener
oke!”Liem menampar pantat sekal Wiwin yang
sebelah kiri yang membuat Wiwin menjerit kaget.
Lalu tanpa menunggu lagi, Liem yang mulai
dirasuki nafsu sex memperlihatkan penisnya yang
sudah keras. Liem hanya membiarkan topi yang
masih tetap membungkus kepala Wiwin dan
sepasang kaos kaki putih yang masih dikenakan
Wiwin, mungkin ini dapat membuat nafsu Liem
semakin menjadi. Karena memang dengan
mengenakan topi, wajah Wiwin jadi nampak
cantik dan lucu seperti komentar kebanyakan
teman-temannya.
Kemudian Liem menyelipkan penisnya di antara
kedua kaki Wiwin lewat belakang. “Ooh.., ampun
Pak Liem. Ampunn.., jangann.. jangan! Ampun,
jangan..!” Wiwin mulai menangis dan rasa tegang
menyeliputi hatinya.
Sambil menoleh ke belakang dan memandang
Liem, Wiwin mencoba untuk meminta belas
kasihan. Terlihat air mata meleleh dari matanya.
Namun Liem terus mengancam dengan pisau
dapur yang masih digenggamnya.
Liem tidak perduli Wiwin memohon-mohon.
Kepala penisnya kemudian menyusuri belahan
pantat Wiwin, terus menuju ke bawah, kemudian
maju mendekati bibir vaginanya. Setelah tangan
si Liem memegang pinggul Wiwin, dengan satu
gerakan keras penisnya bergerak maju.
“Arrgghh.., ahh.., Ampun..!” Wiwin menjerit-jerit
ketika penis Liem mulai membuka bibir vaginanya
dan mulai memasuki lubang kemaluannya. Kaki
Wiwin mengejang menahan sakit ketika penis
Liem terus menembus masuk tanpa ampun
menusuk-nusuk selaput daranya.
Bibir tebalnya menganga membentuk huruf O
dan mengeluarkan rintihan-rintihan, “Oohhh..,
oouugghh.., aa.. ampuun Bangg..! Aakkhh..!”
Badannya pun tersodok-sodok. Liem terus
bergerak memompa maju mundur memperkosa
Wiwin. Ketika kepala Wiwin terjatuh lunglai
kesakitan, dia menarik kepala Wiwin sehingga
kepalanya kembali terangkat dan Wiwin kembali
dapat melihat dirinya disetubuhi oleh Liem melalui
cermin di depannya.
Kadang-kadang Liem menampar pantat Wiwin
berulang kali, juga dilihatnya payudara Wiwin
yang tersentak-sentak setiap kali Liem menyodok
penisnya ke dalam vagina Wiwin dan dia hanya
dapat pasrah mengerang-ngerang dan merintih.
Tiba-tiba Liem mengeluarkan penisnya dari
vaginanya. Wiwin langsung meronta dan berlari
menuju pintu, berharap seseorang akan
melihatnya minta tolong, biarpun dirinya
telanjang bulat.
Tapi tiba-tiba Asan yang ternyata sudah pulih
terlebih dahulu menyambar pinggangnya
sebelum Wiwin sampai ke pintu depan. “Ahh,
tolong! Tolompphh..,” teriakan Wiwin dibungkam
oleh tangan Asan, sementara itu Liem mendekat
dan memukul Wiwin dengan keras. Wiwin pun
jatuh terjelembab ke lantai.
“Dasar Bandel ya..!” ujar Liem.
Kemudian Liem mengikat tangan Wiwin menjadi
satu ke depan. Setelah itu, Wiwin didorong
hingga terjatuh di atas lutut dan sikunya.
Sekarang Liem memasukkan penisnya ke mulut
Wiwin. “Mmpphh..!” Wiwin mencoba berteriak
dengan penis yang sudah masuk di dalam
mulutnya. Sementara itu Liem dengan tenang
terus menggerakkan penisnya di mulut Wiwin.
Kedua tangan Liem memegang kepala Wiwin
dengan kencangnya menggerak-gerakkan maju
dan mundur. Mata Wiwin tertutup dan wajahnya
memerah, air matanya masih meleleh turun di
pipinya, baru pertama kali dalam seumur
hidupnya dia diperlakukan seperti ini.
Setelah beberapa lama mengocok kemaluannya
di rongga mulut Wiwin, terlihat tanda-tanda Liem
akan mencapai klimaksnya, gerakan memaju-
mundurkan kepala Wiwin semakin cepat. Dan,
“Akkh… Croot.., croot..!” Liem berejakulasi di
mulut Wiwin, sperma yang keluar jumlahnya
cukup banyak sehingga meluber keluar dari
mulut Wiwin. Wiwin hanya dapat mendengus-
dengus dan dengan terpaksa menelan semua
sperma yang dimuntahkan Liem tadi, sementara
pegangan tangan Liem di kepala Wiwin semakin
kencang, sehingga sulit bagi Wiwin untuk
menarik kepalanya.
Setelah semprotan sperma yang terakhir, barulah
Liem mencabut kemaluan dari mulut Wiwin yang
kini mulutnya terlihat penuh dengan lendir
memenuhi rongga mulutnya hingga ke bibirnya.
Dengan napas puas Liem mencapakkan kepala
Wiwin hingga telentang di kasur. “Siap, siap
Sayang. Gue musti ngerasain pantat lo yang putih
mulus dan sekal ini..!” tiba-tiba terdengar suara
Asan yang sudah berada di samping Wiwin.
Wiwin memandang Asan dengan wajah
ketakutan. Dia tahu bagaimana Asan
memperlakukan Anisya hingga pingsan.
Kemudian Asan menoleh ke Liem yang duduk di
belakangnya untuk istirahat setelah klimaks tadi.
“Ja.. jangan, jangann.. Bang Asan.. saya nggak
mau diperkosa di situ Bang..! Ampun Bang.
Rasanya ssakit.., kasihani saya Bang..!” ujar
Wiwin memelas kepada Asan. “He Anjing. Gue
tetep nggak perduli lo mau apa nggak..!” Asan
menarik tubuh Wiwin hingga dia terjatuh di atas
sikunya lagi ke lantai, dan mengangkat
pinggulnya tinggi-tinggi. Kemudian dia
menempatkan kepala penisnya tepat di tengah
liang masuk anusnya.
Setelah itu dia membuka belahan pantat Wiwin
lebar-lebar. “Ampun, jangan..! Sakit..! Ampun
Bang Asan. Ampun..! Aakkhh..!” Asan mulai
mendorong masuk, sementara Wiwin mejerit-
jerit minta ampun. Wiwin meronta-ronta tidak
berdaya, matanya terbelalak, hanya semakin
menambah gairah Asan untuk terus mendorong
masuk penisnya. Wiwin terus menjerit, ketika
perlahan seluruh penis Asan masuk ke anusnya.
“Ampun..! Sakit sekali! Ampun! Ooughh.. iihh..!”
jerit Wiwin, ketika Asan mulai bergerak pelan-
pelan keluar masuk anusnya.
“Buset! Pantat lo emang sempit banget! Lo emang
cocok buat beginian!” kata Asan sambil
mengusap-usap buah pantat Wiwin. Sementara
itu darah segar terlihat mulai mengalir menetes-
netes membasahi paha dan kasur.
“Bener-bener pantat kualitas nomer satu!” omel
Asan sambil terus memompa kemaluannya.
Tangisan Wiwin makin keras, “Sakit! Sakit sekali!
Ampun, sakit! Sakit Pak, ampun..!”Sementara itu
badannya mengejang-ngejang menggelepar-
gelepar menahan rasa sakit yang teramat sangat,
tubuhnya semakin basah oleh keringatnya. “Gila,
gue bener-bener seneng sama pantat lo!” ujar
Asan sambil terus menyodomi Wiwin. Hingga
akhirnya tubuh Asan mengejan keras, kepalanya
menengadah ke atas, cengkraman tangan di
pinggang Wiwin pun semakin keras dan urat-
uratnya pun kini terlihat pertanda sebentar lagi dia
akan mencapi klimaksnya.
Asan berejakulasi di lubang pantat Wiwin yang
semakin kepayahan dan tubuhnya melemah.
Asan pun dengan menghela napas lega kembali
menjatuhkan tubuhnya ke samping tubuh Wiwin
yang juga terjatuh telungkup badannya lemas
dan menahan rasa sakit yang tidak terhingga di
lubang duburnya yang kini mengalami
pendarahan.
Suara yang terdengar dalam kamar kost itu
hanya tangisan Wiwin, tangisan yang benar-
benar menyayat hati, yang membuat Liem
kembali bangkit nafsunya. Liem berjongkok
membalikkan tubuh Wiwin yang tadinya
telungkup menjadi telentang. Kemudian menarik
kaki Wiwin, lalu membukanya dan menekuk
hingga kedua pahanya menyentuh buah
dadanya.
Kini posisi Wiwin telah siap untuk disetubuhi,
Liem meraih penisnya yang telah kembali tegang
dan emeganginya, memandang ke arah Wiwin
yang memalingkan wajahnya dari Liem, matanya
terpejam erat-erat wajahnya yang masih
mengenakan topi nampak cantik walau penuh
dengan keringat dan air mata. Liem mengarahkan
penisnya ke vagina Wiwin, cairan yang keluar
dari penisnya membasahi vaginanya, membantu
membuka bibir vagina Wiwin. Wiwin mengerang
dan merintih, tubuhnya kembali meronta-ronta,
giginya menggeretak, Liem nampak menikmati
jeritan Wiwin ketika dia menghunjamkan
penisnya ke vaginanya yang telah basah oleh
darah dan cairan vaginanya.
“Aahhgghh..!” Liem mulai memperkosa Wiwin.
Kaki Wiwin terangkat karena kesakitan dan
rintihan terdengar dari tenggorokannya.
Tubuhnya mengejang berusaha melawan ketika
Liem mulai bergerak dengan keras di vagina
Wiwin. Liem menarik penisnya sampai tinggal
kepalanya di vagina Wiwin sebelum didorong lagi
masuk ke dalam rahimnya. Liem semakin
bersemangat mompakan batang kemaluannya di
dalam rahim Wiwin.
Nafsu telah membakar dirinya sehingga
gerakannya pun semakin keras, sehingga
semakin cepat tubuh Wiwin pun lemas
tergoncang-goncang dan tersodok-sodok. Dan
suatu ketika dengan kasarnya dicampakkannya
topi yang menutupi kepala Wiwin oleh Liem,
sehingga tergerailah rambut indah seukuran bahu
milik Wiwin. Kini pada setiap hentakan membuat
rambut indah Wiwin tergerai-gerai menambah
erotisnya gerakan persetubuhan itu. Sambil terus
menggenjot Wiwin, bibir Liem kini dengan leluasa
melumat dan menjilati leher jenjang Wiwin yang
tidak tertutup topi dan menyedot salah satu sisi
leher Wiwin.
Gerakan dan hentakan-hentakan masih
berlangsung, iramanya pun semakin cepat dan
keras. Wiwin pun hanya dapat mengimbanginya
dengan rintihan-rintihan lemah dan teratur, “Ahh..
ohh.., ooh.. ohh.. oohh..!” sementara tubuhnya
telah lemah dan semakin kepayahan. Akhirya
badan Liem pun menegang dan tidak beberapa
lama kemudian Liem berejakulasi di rahim Wiwin.
Sperma yang dikeluarkannya cukup banyak. Liem
nampak menikmati semburan demi semburan
sperma yang dia keluarkan, sambil menikmati
wajah Wiwin yang telah kepayahan dan lunglai
itu.
Liem mengerang kenikmatan di atas badan
Wiwin yang sudah lemah yang sementara
rahimnya menerima semburan sperma yang
cukup banyak. “Aauughh.. oh..!” Wiwin pun
akhirnya tersentak tidak sadarkan diri dan jatuh
pingsan menyusul Anisya temannya yang
terlebih dulu pingsan. Badan Liem menggelinjang
dan mengejan disaat melepaskan semburan
spermanya yang terakhirnya dan merasakan
kenikmatan itu. Batinnya kini puas karena telah
berhasil menyetubuhi dan memperkosa serta
merengut keperawanan Wiwin gadis mahasisiwi
cantik yang ditaksirnya itu.
Senyum puas pun terlihat di wajahnya sambil
menatap tubuh lunglai Wiwin yang tergelatak di
bawahnya. Liem pun ibarat telah memenangkan
suatu peperangan, akhirnya terjatuh lemas lunglai
tertidur dan memeluk tubuh Wiwin yang tergolek
lemah.
Begitulah malam itu Asan dan Liem telah berhasil
merenggut kegadisan dua orang gadis cantik
yang ditaksirnya. Waktu pun berlalu, fajar pun
hampir menyingsing, kedua tubuh gadis itu
masih tidak bergerak. Bekas keringat, cairan
sperma kering dan darah mulai kering nampak
menghiasi tubuh telanjang tidak berdaya kedua
gadis cantik itu.
Pagi itu saat Asan dan Liem sudah rapih
mengenakan pakaian mereka, tiba-tiba Henry
sang pemilik kost mendatangi kamar kedua gadis
itu. Saat itu dia bersama Acong teman Henry
yang juga teman Asan dan Liem. “Hei.., kalian
disini rupanya.” ujar Henry. Dan seketika matanya
terbelalak ketika melihat ke dalam kamar kost dan
melihat tubuh kedua gadis telanjang itu tergeletak
tidak bergerak. “Wah elo-elo abis pesta disini
ya..?” tanya Henry. Tanpa menjawab, Liem dan
Asan dengan tersenyum hanya berlalu
meninggalkan Henry dan Acong yang
terbengong-bengong.
Saat Liem dan Asan berjalan meninggalkan kamar
kost, mereka sempat melirik ke belakang.
Rupanya Henry dan Acong sudah tidak terlihat
lagi dan kamar kedua gadis itu kembali rapat
terkunci. Kini rupanya giliran Henry dan Acong
yang berpesta menikmati tubuh kedua gadis
malang itu.
Memang rupa-rupanya Henry juga memendam
cinta kepada gadis-gadis itu dan kali ini dia dibantu
oleh Acong dapat leluasa menikmati tubuh gadis-
gadis itu. Kembali tubuh Anisya dan Wiwin yang
sudah tidak sadarkan diri menjadi bulan-bulanan.
Henry dan Acong pun leluasa berejakulasi di
mulut dan rahim gadis-gadis itu sepuas-puasnya.


Adult | GO HOME | Exit
1/34576
U-ON

inc Powered by Xtgem.com